Aplikasi Marginal Analysis

Artikel di http://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/melihat-kekayaan-negara-dari-sudut-pandang-baru.html yang berjudul “Melihat Kekayaan Negara dari Sudut Pandang Baru” sangat menarik untuk dicermati.  United Nations Environment Programme (UNEP) menyodorkan pengukuran baru yang disebut Inclussive Wealth Index (Indeks Kekayaan Inklusif). Indikator ini tidak mengukur perkembangan ekonomi  suatu negara dengan Produk Domestik Brutto (PDB) saja tetapi juga mempertimbangkan skala kerusakan lingkugan atau penurunan standar hidup di negara itu (lebih detail cara menganalisis tingkat kerusakan dapat dibaca pada alamat web tersebut).

Hasilnya sungguh mengejutkan. Beberapa negara yang disebutkan terkoreksi pertumbuhan ekonominya . Cina yang PDBnya tumbuh 422% pada kurun 1990-2008 terkoreksi menjadi “hanya” 45% setelah menggunakan pendekatan indeks tersebut. Metode pengukuran ini sangat masuk akal. Menurut saya, pendekatan ini sangat balance karena tidak saja memikirkan aspek benefit tetapi juga aspek cost. Dalam konsep berpikir dalam ilmu ekonomi, pendekatan ini merupakan aplikasi dari konsep Marginal Analysis. Logikanya, suatu aktivitas ekonomi layak dilakukan hanya dan hanya jika aktivitas tersebut mendatangkan lebih banyak benefit daripada cost-nya. Sayangnya, tidak semua cost yang dibayarkan dalam suatu aktivitas ekonomi tidak semuanya terukur secara moneter (uang). Sebagai misal, pada sektor pertambangan batubara, eksplorasi batubara dianggap hanya berkonsekuensi biaya yang besifat eksplisit seperti biaya tenaga kerja, biaya pengangkutan, dan lain-lain. Sementara itu, biaya yang bersifat implisit, seperti kerusakan alam dalam bentuk cekungan danau gersang, tidak secara nyata diperhitungkan. Akibatnya, begitu suatu objek sudah exhausted, aktivitas eksplorasi hanya meninggal kegersangan yang membutuhkan waktu untuk bisa direklamasi. Belum lagi, biaya reklamasinya tidak sedikit. Nah, kalau pendekatan UNEP ini diterapkan, mudah-mudahan ini akan menyadarkan semua pihak, termasuk pemerintah dan swasta, dalam membangun ekonomi suatu negara. Pembangunan seharusnya tidak saja terfokus pada angka-angka “benefit” saja tetapi juga angka-angka “explicit dan implicit cost”. Mudah-mudahan dengan cara ini, pengukuran hasil pembangunan ekonomi ini berpihak pada kesejahteraan secara lebih riil.