Butuh Modal Berapa?

Pertanyaan seperti itu merupakan salah satu yang penting dalam bisnis, terutama ketika akan memulai bisnis. Meskipun itu bukan pertanyaan pertama untuk merencanakan bisnis, pertanyaan itu harus segera dijawab. Tentunya, untuk bisa menjawab pertanyaan itu perlu tahu komponen pembentuk dari modal usaha. (Coba tebak, komponen pembentuknya apa saja sebelum melanjutkan untuk membaca narasi berikut ini).

Pada dasarnya, kebutuhan modal usaha ditentukan dari jumlah aset yang harus disiapkan untuk menjalankan bisnis itu. Aset untuk menjalankan bisnis dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu aset tetap dan aset lancar. Aset yang pertama adalah aset yang tidak bergerak atau aset yang memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk usaha kuliner, misalnya, perangkat alat masak bisa dikategorikan sebagai aset tetap. Untuk bisnis retail, misalnya, rak display barang, alat di meja kasir merupakan aset tetap. (Silakan menuliskan di kolom komentar, apa contoh aset tetap pada bisnis Anda). Nah, jika semua aset tetap yang dibutuhkan sudah invetarisasi, nilai uang untuk belanja aset tetap itu sudah memenuhi unsur untuk menentukan modal usaha.

Berikutnya, aset lancar adalah aset yang likuid atau yang mudah dikonversikan menjadi uang tunai dan memiliki umur ekonomis kurang dari satu tahun. Untuk bisnis awal, aset lancar ini dapat dalam bentuk uang tunai dan persediaan bahan baku. Sebenarnya, aset lancar ini adalah modal kerja, yaitu uang (modal) yang dibutuhkan untuk bisa bekerja (menjalankan bisnis). Saya sudah mengillustrasikan bagaimana menentukan modal kerja pada posting saya di Bisnis Mlijo (2): Illustrasi Modal Kerja. (Silakan dibaca. Jika tidak mendapat penjelasan yang cukup, silakan tulis di kolom komentar apa yang perlu dibahas lebih lanjut. Mungkin saya bisa menjelaskan lagi. Mungkin).

Nah, jika aset tetap dan aset lancar sudah ditentukan, modal usaha sudah ditentukan. Begitulah kira-kira. Kalau narasi ini belum menjelaskan, silakan menuliskan dalam kolom komentar apa yang seharusnya dijelaskan agar narasi ini menjadi lebih lengkap lagi.

Bisnis Mlijo (2): Illustrasi Modal Kerja

Kali ini saya ingin mengillustrasikan modal kerja dengan bisnis mlijo sebagai obyek. Saya akan menyederhanakan illustrasi dengan mengasumsikan bahwa modal kerja yang dibutuhkan adalah sejumlah uang untuk belanja kulakan dari pasar besar/induk. Misalkan saja, pemlijo memerlukan uang Rp1 juta untuk bisa membawa ikan, daging, tahu, tempe, aneka sayuran, kerupuk, bumbu dapur, lombok besar, lombok kecil, dan lain-lain. Sebundel belanjaan itu dia taruh pada keranjang yang terpasang di sisi belakang sepeda motornya. Pemlijo itu akan menjajakan barang belanjaannya ke perumahan-perumahan, ke kampung-kampung. Jika semua barang dagangan laku semua secara tunai, pemlijo akan mendapatkan kembali uang Rp1 juta dan sejumlah margin keuntungan. Berikutnya, dia akan kulakan lagi menggunakan Rp1 juta untuk dia berbisnis lagi pada hari berikutnya. Jadi dengan modal kerja Rp1 juta, pemlijo bisa beroperasi 30 hari dalam sebulan.

Bagaimana jika pola bisnis pemlijo berubah? Tentu saja, modal kerja yang dibutuhkan akan berubah juga. Misalkan saja, pemlijo bisa mendapatkan margin keuntungan yang lebih besar jika dia bisa menjual secara kredit barang dagangannya kepada pelanggan saja. Anggaplah, pelanggan bisa melakukan pembayaran besuk (ambil barang hari ini, bayar esok hari). Asumsikan saja, 50% dari omset merupakan penjualan kredit dan 50% penjualan tunai. Jika hari ini semua dagangan laku, pemlijo hanya mendapatkan Rp500 ribu uang modal kerjanya (yang Rp500 ribu sisanya akan dia dapatkan esok hari). Hari ini, dia membutuhkan tambahan Rp500 ribu agar bisa kulakan lagi dengan nilai modal kerja Rp1 juta. Jadi, modal kerjanya adalah Rp1,5 juta. Alhasil, dengan model bisnis ini (sebagian menjual secara kredit), modal kerja pemlijo bertambah.

Baca lebih lanjut: Bisnis Mlijo (2): Illustrasi Modal Kerja

Lalu, bagaimana jika skema penjualan kreditnya bertambah panjang? Misalnya, pemlijo menerapkan pembayaran dari pelanggan bisa sampai jatuh tempo 2 hari. Asumsikan, 50% pelanggan pemlijo membayar besuk lusa. Coba tebak berapa modal kerja yang dibutuhkan (saya sarankan untuk berhenti membaca artikel ini dan mulai menghitung modal kerja yang dibutuhkan oleh pemlijo dengan skema ini).

Ok…mudah-mudahan sudah ketemu nilai modal kerja yang dibutuhkan oleh pemlijo. Benar. Total modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp1,5 juta. Pada awalnya, pemlijo membutuhkan Rp1 juta untuk kulakan untuk jualan pada hari pertama dan pada hari pertama pemlijo baru mendapatkan Rp500 ribu dari penjualan tunainya. Untuk kulakan untuk bisnis hari kedua, dia perlu tambahan Rp500 ribu lagi. Pada hari kedua, pemlijo mendapatkan Rp500 ribu dari penjualan tunainya dan lagi membutuhkan Rp500 ribu untuk bisa kulakan untuk bisnis hari ketiga.

Yang bisa dipelajari dari narasi singkat ini adalah bahwa ada 2 variabel penting dalam menentukan modal kerja. Pertama adalah kebutuhan dana tunai untuk bekerja. Dalam contoh ini, dana yang dibutuhkan adalah Rp1 juta per hari. Kedua adalah siklus operasi (operation cycle). Siklus ini adalah durasi yang dibutuhkan untuk memutar dana modal kerja hingga kembali menjadi uang tunai lagi. Dalam narasi ini, dibahas dua operation cycle, yaitu dua hari dan tiga hari. Mudah-mudahan ini bermanfaat. Jangan lupa untuk subscribe, comment, dan share ya…

Ramadhansiana

  • Post ini akan saya jadikan sebagai wadah untuk merekam pengalaman dan pengamatan saya. Saya akan menyajikannya dalam versi yang sangat ringkas dan mengedepankan makna yang bisa dipelajari.

Menunggu Adzan

Aktivitas rutin seorang muslim yang berpuasa, khususnya puasa Ramadhan, adalah menunggu adzan Maghrib. Seorang muslim akan well prepared menjelang adzan Maghrib. Tak jarang, seorang muslim yang berpuasa akan berjalan menuju ke masjid lebih awal untuk menunggu waktu Maghrib. Dia sanggup untuk duduk (mungkin juga berdiam diri) di dalam masjid sembari mendengarkan kultum sebelum berbuka. Kadang-kadang juga sambil mengikuti lantunan dzikir dari pelantang suara masjid. Tidak ada yang salah dengan itu semua, dan bahkan itu baik sekali. Seandainya, setiap hari selama 30 hari berpuasa Ramadhan, muslim membiasakan diri menunggu adzan Maghrib dengan cara ini, maka seorang muslim ini akan lebih mudah untuk membiasakan dirinya untuk shalat berjamaan (khususnya shalat Maghrib) di masjid pada bulan-bulan berikutnya.

Iftar dan Takjil

Kedua istilah ini sering digunakan pada bulan Ramadhan. Yang lebih sering digunakan adalah yang kedua, Takjil. Dalam KKBI online, Takjil diterjemahkan sebagai “penganan dan minuman untuk berbuka puasa” (n) dan “mempercepat (dalam berbuka puasa)” (v). Iftar diterjemahkan sebagai “hal berbuka puasa” (n). Iftar dimaknai pada waktu berbuka puasa dan pada Iftar bisa melakukan Takjil (dalam arti menyegerakan berbuka puasa).

Dalam keseharian, istilah Takjil lebih populer. Takjil lebih dimaknai sebagai “penganan dan minuman untuk berbuka puasa”. Saat ini, Takjil banyak disediakan baik di masjid maupun di luar masjid. Penyediaan takjil bisa dilakukan oleh individu atau secara berkelompok. Di sebuah masjid, penyediaan takjil bisa dilakukan oleh jamaah dan/atau warga sekitar wilayah masjid. Muslim yang hadir pada iftar bisa mendapatkan takjil untuk menyegerakan buka puasa. Begitulah kira-kira.

Qiyamul Lail

Menurut Wikipedia, “Qiamul-lail adalah merujuk kepada amalan beribadah pada malam hari dengan mengerjakan salat-salat sunat seperti salat Sunat TaubatTahajjudWitir dan lain-lain , serta amalan-amalan seperti membaca Al-Quran, berzikir, beristighfar, berdoa dan sebagainya”. Dalam bulan Ramadhan, Qiyamul Lail sangat semarak. Muslimin (dan juga muslimat) melakukan aktivitas menghidupkan malam hari di bulan ini. Biasanya, aktivitas qiyamul-lail pada awal bulan Ramadhan sangat semarak namun kesemarakannya akan cenderung berkurang menjelang akhir Ramadhan. Shaf shalat taraweh, misalnya, cenderung akan mengalami kemajuan pada masa akhir Ramadhan. Muslimin dan muslimat memperpanjang shaf di pusat perbelanjaan (begitulah kira-kira jokes yang populer).

Intermitten Fasting

Istilah ini sangat populer digunakan untuk memperbaiki kesehatan fisik terutama yang kesehatan fisik yang terkait dengan makanan. Fasting ini diarahkan untuk menjaga jendela makan pada interval waktu tertentu, mulai jendela makan 12 jam, 16 jam, hingga 24 jam. Pada jendela makan itu, makan apa saja diperkenankan (tidak perlu pilih-pilih). Jika memilih jendela makan 12 jam, siklus makan diperkenankan pada interval, misalnya, jam 06.00 hingga jam 18.00. Jika sudah sudah berhasil menjaga disiplin, jendela makan bisa ditingkatkan lagi. Puasa ala ini biasa disebut dengan puasa basah. Di luar jendela makan, minum masih bisa dilakukan tetapi yang tidak berkalori. Boleh minum air putih, boleh minum teh tanpa gula, boleh minum kopi tanpa gula.

Ini berbeda puasa Ramadhan atau puasa sunnah dalam Islam. Jendela makannya mirip. Puasa Ramadhan dimulai sejak beberapa waktu sebelum (sekitar 10 menit) waktu shalat Shubuh. Sejak itu, muslim yang beriman menahan diri dari makan dan minum dan segala yang membatalkan puasa. Segera setelah matahari terbenam, muslim berbuka puasa. Sampai di sini, intermitten fasting mirip puasa ramadhan dan puasa sunnah lainnya. Yang membedakan keduanya, antara lain, muslim didorong untuk tidak melakukan tindakan atau perbuatan yang bisa mengurangi pahala puasa dan bahkan membatalkan puasa. Puasa Ramadhan mempunyai tujuan yang sangat mulia, yaitu menuju ketakwaan seorang muslim.

Ibadah yang paling rahasia

Dalam ceramah atau kultum yang disampaikan oleh para ustadz/ustadzah, keistimewaan ibadah puasa (Ramadhan) sering dibandingkan dengan ibadah yang lain. Ibadah shalat, kebaikannya kembali pada hamba. Ibadah zakat/sedeqah/infaq, kebaikannya kembali pada hamba. Ibadah haji pun demikian, kebaikannya kembali pada hamba. Namun ibadah puasa merupakan ibadah yang diminta oleh Allah. “Puasa itu untukku (Allah)”.

Ibadah puasa sering disebut sebagai ibadah yang paling rahasia. Shalat, Zakat, Haji bisa diketahui oleh banyak orang. Puasa tidak demikian. Puasa adalah yang rahasia antara Allah dan hamba yang berpuasa. Yang tahu persis apakah seorang muslim berpuasa, hanyalah dirinya dan Allah. Orang lain tidak tahu. Ini adalah keistimewaan ibadah puasa.

Bulan Yang Memotivasi

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang memotivasi untuk muslim/muslimat untuk menjadi tekun beribadah dan menjadi lebih bertakwa. Insentif berupa reward yang dilipatganda untuk sebuah kebaikan. Ibadah sunnah direward seperti ibadah wajib. Ibadah wajib dilipatgandakan pahalanya. Dua tersebut adalah antara lain contohnya. Tak aneh jika kita mengamati masjid-masjid menjadi lebih makmur. Muslim/muslimat bersemangat meramaikan masjid. Idealnya, motivasi ini akan menjadikan aktivitas ibadah menjadi routine pasca bulan Ramadhan. Muslim/muslimat seharusnya mampu mempertahankan ini pada bulan-bulan berikutnya hingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya.

Gowes #2: Bersepeda di bulan Ramadhan

Selama bulan Ramadhan 1443 Hijriah ini, saya berlatih gowes sebanyak enam kali di sore hari. Ya, saya memilih untuk gowes di sore hari, sambil ngabuburit dan biar gak kelamaan menahan haus. Saya start setelah shalat Ashar. Sekitar jam 15.45 atau jam 16.00 saya memulai gowes. Saya berhasil menempuh total 130,24 km. Jarak tempuh yang lumayan jauh. Saya menempuhnya dalam waktu 6 jam dan 50 menit. Tentu, ini bukan sekali gowes, tetapi multiple session.

Gowes di bulan puasa menyenangkan juga. Semula saya menduga bahwa gowes di bulan puasa tidak memungkinkan untuk dilakukan. Mungkin, kebanyakan orang juga menduga seperti itu. Saya mengira bahwa dengan last meal pada jam 04.00 (waktu Shubuh) dan dua belas jam berikutnya melakukan gowes, tenaga tidak akan mumpuni untuk gowes dengan jarak itu. Alhamdulillah, saya bisa finish di rumah sebelum waktu berbuka puasa.

Saya coba mencari tahu seputara kekuatan gowes selama puasa. Saya browsing tema itu di YouTube. Lalu, saya menemukan channel penting, yaitu channelnya Ade Rai. Tayangan di channel itu saya simak. Penjelasan yang disampaikan mudah masuk ke dalam pemahaman saya. Ada beberapa poin yang relevan dengan tenaga gowes disampaikan dalam channel itu. Salah satunya adalah bahwa sumber tenaga yang digunakan dalam tubuh kita adalah lemak. Ya, persediaan lemak yang ada dalam tubuh akan menjadi bahan bakar untuk gowes.

Beruntung, saya saat ini memilik stok lemak yang sangat banyak. Berat badan saya 90,80 kg. Aplikasi kebugaran di handphone saya mengategorikan bobot itu sebagai obesitas II. Berat ideal saya adalah 60,90 kg. Satu lagi, saya dikategorikan lebih ringan dibandingkan 1% orang pengguna aplikasi dengan tinggi dan usia yang sama.

Anyway, saya menerjemahkan obesitas ini sebagai bahan bakar yang bisa saya gunakan. Itu artinya saya memiliki stok bahan bakar lebih banyak daripada 99% pengguna aplikasi dengan tinggi dan usia yang sama. Ini potensi untuk bisa gowes lebih banyak. Namun, saya tidak tahu persis stok bahan bakar ini bisa digunakan berapa jauh. Saya harus mencari tahu ini. Mungkin, pengetahuan tentang gizi harus digali terus agar kebugaran tetap terjaga. Ayo gowes untuk menyehatkan badan.

Lebaran Offline

Tahun ini, umat muslim merayakan Iedul Fitri 1 Syawal 1443 Hijriah secara offline (meskipun pengumuman hasil sidang isbat mengenai awal bulan Syawal akan dilakukan nanti sore (sementara tulisan ini diketik pagi hari)). Lebaran kali ini akan kembali ke mode asalnya, lebaran tatap muka. Sudah tidak ada lagi pembatasan mobilisasi insan, sepanjang sudah vaksin booster. Kemenhub memperkirakan 85 juta orang mudik dalam rangka Lebaran 2022. Angka yang sangat fantastis.

Lebaran kali ini diperkirakan bertanggal tunggal, tidak seperti penentuan awal Ramadhan. Ini menjadi bonus tersendiri. Umat muslim secara mayoritas akan merayakan lebaran pada hari yang sama. Ini akan menyemarakkan perayaan lebaran.

Pergeseran lebaran dari online ke offline tentunya akan menjadi kabar baik dari sisi perekonomian nasional. Shifting ini akan menggerakkan sektor riil, seperti jasa transportasi, fashion/garmen, makanan dan minuman, kunjungan wisata, dan lain-lain. Bisa dibayangkan bagaimana aktivitas lebaran offline ini akan memutar gerak aktivitas ekonomi lebih keras dari sebelumnya. Bisa dibayangkan setiap partisipan ekonomi bisa mendapatkan margin dari perputaran ekonomi ini. Jadi, pengeluaran consumption oleh para individu akan berdampak income untuk produsen/penjual.

Pergeseran lebaran dari online ke offline akan menjadi pengalaman penting untuk kita semua terutama dari sisi kesehatan. Kita harus tetap berhati-hati, tetap prokes (ketat). Barangkali, statistik Covid-19 memang harus tetap dipantau. Namun, kita semua berharap perayaan lebaran Iedul Fitri bisa mengantarkan kita kembali ke asal, ke dunia riil, ke dunia yang lebih humanis. Mudah-mudahan lebaran kali ini benar-benar menjadi indikasi titik waktu berakhirnya pandemi.

Selamat berlebaran.

Bisnis Mlijo (1)

Mlijo atau penjaja sayur (atau tukang sayur) merupakan salah satu contoh bisnis yang daur hidupnya panjang dan tergolong jenis usaha yang tua. Barangkali, usaha ini adalah pioner bisnis yang mendekatkan produk pada konsumen. Usaha ini memindahkan “pasar” ke depan rumah konsumen. Usaha ini telah memangkas waktu belanja para konsumen (tidak perlu lagi ke pasar yang sebenarnya untuk mendapatkan bahan olahan menu makan hari ini).

Mlijo dulu adalah seorang perempuan berkebaya (istilah dalam bahasa Jawa: sewek-an) yang menyunggi dua tampah bersusun (biasanya yang paling atas berisi ikan-daging dan yang bawah berisi sayur). Mlijo menjajakan dagangannya keliling berjalan kaki menyusuri kawasan kampung dan gang-gang sempit.

Mlijo generasi berikutnya adalah yang berkendara (mulai dari sepeda, becak, sepeda motor hingga mobil pick-up). Operatornya sudah bergeser secara gender, lebih banyak lelakinya. Mlijo ini lebih cepat menemui konsumen/pelanggan, lebih banyak dagangannya, dan lebih luas radius operasinya.Mlijo menyesuaikan diri di era digital. Operator mlijo menambah fitur komunikasi melalui media sosial pengiriman pesan yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan untuk melakukan order khusus kebutuhan masak di dapur.

Mungkin suatu saat nanti ada operator bisnis mlijo yang menjalankan usaha berbasis digital yang lebih canggih. Bisnis ini akan bergerak dan berevolusi.

Gowes (Lagi)

Saya mulai gowes lagi setelah, mungkin, dua tahun lebih berhenti “total”. Alasan berhenti totalnya sebenarnya remeh, yaitu ruji-ruji roda agak kendor. Sebenarnya, mengatasnya tidak sulit. Bawa ke bengkel dan semua bisa beres. Namun, ke bengkel sepeda ini juga tidak mudah (untuk saya). Sepeda harus diprotoli, dimasukkan ke mobil, dan baru dibawa ke bengkel. Dan benar, saya tidak bisa segera ke bengel, sampai dua tahun lebih.

Bersyukur, ada yang menawari saya untuk membawa sepeda saya ke bengkel langganannya. Bengkelnya cukup jauh. Lokasinya di kecamatan luar kota Jember. Kurang lebih seminggu, sepeda saya harus “ngamar” di bengkel. Semuanya dibongkar dan di-setting ulang. Alhasil, sepeda saya sudah enak dan bisa digunakan kembali.

Gowes comeback pertama saya pada tanggal 17 Januari 2021. Lumayan, jarak tempuh 18,56 km dan waktu tempuh 1 jam dan 14 menit. Agak slow juga gowes pertama ini karena mirip pemanasan setelah berhenti gowes lama. Namun, saya mulai menyesuaikan diri lagi. Dalam rentang satu pekan, saya mulai gowes tiga kali. Jalur dalam kota sekitar 12 km dalam 38 menit. Ini sudah mulai membaik.

Gowes memaksa untuk disiplin. Pada weekdays, saya harus bisa mulai gowes jam 05.30 pagi. Saya usahakan bisa gowes 40 menitan untuk bisa sampai rumah lagi sebelum 06.30 pagi. Jadi, sempat mendinginkan suhu tubuh sebelum mandi dan bisa berangkat ke kerja jam 07.30an. Ini harus mulai dinikmati.

KRS Online

Saya menyapa mahasiswa saya melalui telegram channel yang diikuti oleh 440an mahasiswa. Sapa saya itu seperti ini:

Sudah masuk masa KRS ya? Saya ingin share mengenai proses KRS. Sejauh ini, terjadi kesalahkaprahan dalam memaknai “KRS online”. Sepertinya, KRS online adalah KRS tanpa tatap muka dengan Dosen Pembimbing Akademik (DPA). Jadi, terkesan KRS online tidak mengharuskan ada diskusi (atau diskusi) antara mahasiswa dan DPA. Dan, bahkan ada kesan mahasiswa me-remote DPAnya. Kurang lebih seperti ini, “Bapak/Ibu, saya sudah selesai KRS, mohon untuk disetujui”. Saya membaca pesan WA dengan struktur kalimat seperti itu, saya menganggap kalimat itu sebagai kalimat perintah (mungkin anggapan saya ini salah).

Yang seharusnya terjadi dalam KRS online adalah tetap ada diskusi (dan bahkan pertemuan langsung, jika memungkinkan) antara mahasiswa dan DPA. Ya, setidaknya diskusi harus dilakukan. Diskusinya tidak perlu tatap muka (bertemu). Diskusi melalui media sosial (WA, telegram dll).

Apa yang isi diskusinya? Bisa mengenai apa yang harus diambil. Apakah perlu mengulang atau tidak. Konsentrasi atau peminatan apa yang saya harus ambil. Atau, kesulitan akademik lainnya. Singkat kata, perlu ada diskusi sebelum KRS itu disetujui. Jadi, meskipun dilakukan secara online, tetapi diskusinya tetap ada.

Jadi, berdiskusilah dengan DPA sebelum menyusun KRS. Kapan lagi bisa berintraksi dengan DPA kalau tidak pada masa KRS.

Tetap Produktif di Rumah

Sudah lebih dua bulan ini propaganda untuk tinggal di rumah atau stay at home telah dijalani oleh masyarakat Indonesia. Cara ini adalah cara yang paling efektif untuk mencegah atau bahkan menghentikan penyebaran Covid-19 di negeri kita. Isolasi diri dan keluarga dari interaksi atau kontak fisik langsung bisa diminimumkan dengan cara tinggal di rumah dalam kurun 14 hari. Namun, tidak semua dari kita mampu bertahan tinggal di rumah. Jika kita menyimak berita di televisi, banyak masyarakat yang tidak memahami program tinggal di rumah (stay at home). Banyak masyarakat yang melakukan aktivitas berkumpul dalam jumlah banyak seolah tidak menyadari potensi bahaya penularan Covid-19.

Lalu, apa yang harus dilakukan agar kita (dan bahkan masyarakat pada umumnya) bisa bertahan untuk tinggal di rumah? Yang perlu dilakukan adalah tetap produktif di rumah agar kita betah di rumah lebih lama dari biasanya. Work From Home bukanlah cuti dari bekerja tetapi tetap melakukan pekerjaan dan melayani sesama dari rumah. Belajar di Rumah bukanlah libur sekolah atau kuliah tetapi tetap menjadwalkan diri untuk tetap beraktivitas belajar di rumah.

Contoh inspiratif dari beberapa pihak bisa dijadikan motivasi untuk tetap produktif di rumah. Beberapa artis, dalam posisi terpisah, merekam suara merdunya sehingga bisa dinikmati sebagai konser dari rumah. Atlet atau olahragawan tetap melakukan aktivitas latihan rutin untuk menjaga kebugaran di rumah. Dosen-mahasiswa atau guru-siswa tetap beraktifitas mengajar-belajar di rumah masing-masing. Pendakwah bisa tetap melakukan aktifitas berdakwahnya dan mengajak umat beragama untuk tetap beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dari rumahnya. Seniman berkarya menciptakan lagu, tari, dan karya seni bertema penyebaran virus yang melanda dunia. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Tetap produktif akan menghilangkan kejenuhan selama di rumah. Tetap produktif akan mendorong kita untuk tetap bergerak dan berpikir aktif. Tetap produktif akan membuat jasmani dan rohani kita menjadi sehat dan kuat. Tetap produktif di rumah akan mempersatukan kita untuk melawan penyebaran Covid-19.

Formula: V = P . A^2

Kira-kira dua tahun yang lalu, saya berdiskusi dengan mahasiswa S2 di FEB UNEJ. Saat itu, dia berkonsultasi mengenai tugas akhirnya yang seminggu sebelumnya saya uji. Setelah panjang lebar saya memberikan pandangan saya tentang tugas akhir dia, dia bertanya kepada saya bahwa apakah saya berkenan jika dia berbagi pengalaman dengan saya. Dengan senang hati saya menjawab ya.

Singkat cerita, dia menyampaikan pengalamannya dalam berkarir sebagai seorang manajer pemasaran dari produk berkelas nasional. Nah, salah satu pengalamannya yang penting adalah formula yang menjadi judul topik ini. V sama dengan P dikalikan dengan A kuadrat (dalam judul diketik sebagai A^2).

Dia mendeskripsikan bahwa V adalah nilai untuk perusahaan, P adalah performance (dari seorang karyawan) dan A adalah attitude atau sikap (dari seorang karyawan). Sumbangan nilai untuk perusahaan dari seorang karyawan (V) ditentukan oleh dua faktor, yaitu P dan A.

Semakin baik Performance dari karyawan, semakin besar sumbangan nilai untuk perusahaan dari karyawan itu. Intinya, dia menyampaikan bahwa agar karyawan itu “dianggap” oleh bos perusahaan maka karyawan harus berkinerja baik. Wujud kinerja yang baik itu bisa jadi adalah omset penjualan yang sesuai target atau prestasi lainnya.

Namun, Performance itu tidak berarti lagi jika Attitude karyawan bernilai nol. (Secara formula, jika A = 0, maka V = 0). Lebih lanjut, dia menyampaikan attitude bisa menjadi pengungkit dari V. Artinya, seorang karyawan yang mempunyai attitude yang lebih tinggi akan mempuyai nilai untuk perusahaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, seorang karyawan yang mempunyai attitude yang tinggi akan mempunyai nilai A kuadrat yang lebih besar.

Pelajaran penting dari formula itu adalah performance (kinerja) saja tidak cukup untuk meningkatkan nilai karyawan untuk perusahaan. Karyawan harus dituntut memiliki attitude yang baik. Dua orang karyawan dengan performance yang sama akan mempunyai V yang berbeda jika keduanya memiliki A yang berbeda. (saran saya: pahami formula ini dengan baik).

Lalu, apa attitude itu? Mahasiswa S2 tadi menyampaikan bahwa attitude adalah komitmen, integritas, kedisiplinan, kemampuan bekerja sama. Secara umum, attitude terkait dengan sisi softskill dari karyawan.

Kesimpulannya, jangan pernah melupakan attitude. Saat ini, kalian sebagai mahasiswa harus mempersiapkan attitude yang baik sehingga jika kelak kalian ditakdirkan sebagai karyawan maka kalian akan menjadi karyawan yang bernilai untuk perusahaan. (tulisan ini pernah dipublikasi via channel telegram penulis).